Haji Lulung mengaum bagaikan singa padang pasir
Lulung 'mengaum' seret nama Firman & orang penting DKI di kasus UPS
Merdeka.com - Bareskrim Polri terus mengusut kasus dugaan mark up anggaran pengadaan UPS dalam RAPBD DKI Jakarta 2014. Sejak pertengahan tahun lalu diusut, sudah dua orang ditetapkan sebagai tersangka yakni eks PNS DKI, Alex Usman dan Zaenal Soleman.
Saat ini, Polri fokus mendalami bagaimana anggaran proyek UPS yang mencapai puluhan miliar bisa masuk di APBD-perubahan. Itu sebabnya, penyelidikan kini intens dilakukan pada anggota DPRD DKI Jakarta khususnya Komisi E yang membidangi pendidikan.
Terkait hal ini, pimpinan DPRD, Abraham Lunggana, yang menjadi koordinator Komisi E saat itu sudah berulang kali diperiksa Bareskrim. Bila dulu mengaku tak tahu menahu soal anggaran proyek itu, kini Lulung mulai terbuka.
Lulung seolah tak ingin hanya seorang diri yang terseret dalam kasus ini. Itu sebabnya semua bukti-bukti terkait pengadaan proyek itu diserahkan ke penyidik Polri.
Tak hanya itu dia pun mulai menyebut ada rekannya di Komisi E dulu yang lepas tanggung jawab padahal mendapat keuntungan dari kasus itu. Siapa dia?
Kemarin, saat diperiksa Lulung menegaskan serangkaian pemeriksaan yang dia jalani hanya untuk mengungkap tuntas otak pengadaan proyek itu.
"Kami yakin berdasarkan pernyataan dari Haji Lulung, bahwa beliau tidak melakukan tindakan melawan hukum, korupsi seperti yang diduga banyak orang. Ini malah menjadi pintu masuk untuk membuka tabir yang sebenarnya," kata kuasa hukum Lulung, Razman Nasution di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/10).
Keyakinan Lulung dalam membuka tabir korupsi UPS ini, menurut Razman begitu kuat.
"Tetapi yang selalu terbayang dalam pikiran klien kami ( Haji lulung) adalah, 'saya bisa menjamin bahwa diri saya tidak terlibat terhadap UPS'," kata Razman mengutip kliennya.
Lulung pun meyakinkan pengusul proyek itu adalah Ketua Komisi E saat itu, Firmansyah. Tapi Firman malah tak mau menandatangani usulannya sampai masa pelantikan periode baru.
Sebelum 11 Agustus, saya cari Firman untuk meminta agar saudara Firman selaku ketua komisi E melaporkan hasil perubahan RAPBD 2014. Kemudian saya dengar 3 hari lagi mau paripurna, saya ketemu Pak Ferrial dan minta tolong agar dipertemukan dengan Firman untuk melaporkan pembahasan RAPBD 2014. Saya dijanjikan tanggal 12, tanggal 13 paripurna Firman enggak hadir," bebernya.
Oleh karena itu, lanjut Lulung, dia menyatakan sikap untuk tidak menandatangani dokumen rekap dan menggunakan hak politik untuk tidak hadir dalam rapat persetujuan RAPBD 2014. Ketidakhadiran Lulung lantaran mempersoalkan transisi waktu.
"Karena 13 Agustus perubahan RAPBD disetujukan dengan eksekutif, tanggal 24 Agustus kami dilantik yang baru, sementara saudara Firman tidak mencalonkan lagi sebagai anggota dewan. Jadi dia tidak bertanggung jawab lagi untuk ke depan (RAPBD)," imbuh Lulung.
Dia mengklaim sangat berhati-hati pada perubahan APBD saat itu. Namun karena pertanggungjawaban sebagai perwakilan rakyat atas hasil paripurna, Lulung mengaku terpaksa menandatangani perubahan RAPBD 2014 tersebut.
"Nanti kalau saya tidak tanda tangan nanti tidak bisa jalan," tandasnya.
Ditambahkan kuasa hukumnya, mandeknya kasus pengadaan UPS ini lantaran ada pimpinan Komisi E di DPRD yang terlibat langsung dan mendapatkan keuntungan pribadi.
"Jadi memang kita patut menduga ada oknum pimpinan komisi di DPRD yang memang kita duga mendapat keuntungan," imbuh dia.
"Dan itu lumayan lho, ini yang harus dikejar. Perkara dia bekerja sama ke mana dan dengan siapa, kelihatan itu nanti," sambungnya.
Terkuaknya peran Firman membuat sedikit demi selidiki perjalanan kasus ini terkuak. Lalu apa yang akan dilakukan Lulung?
sumber:Merdeka.com - Bareskrim Polri terus mengusut kasus dugaan mark up anggaran pengadaan UPS dalam RAPBD DKI Jakarta 2014. Sejak pertengahan tahun lalu diusut, sudah dua orang ditetapkan sebagai tersangka yakni eks PNS DKI, Alex Usman dan Zaenal Soleman.
Saat ini, Polri fokus mendalami bagaimana anggaran proyek UPS yang mencapai puluhan miliar bisa masuk di APBD-perubahan. Itu sebabnya, penyelidikan kini intens dilakukan pada anggota DPRD DKI Jakarta khususnya Komisi E yang membidangi pendidikan.
Terkait hal ini, pimpinan DPRD, Abraham Lunggana, yang menjadi koordinator Komisi E saat itu sudah berulang kali diperiksa Bareskrim. Bila dulu mengaku tak tahu menahu soal anggaran proyek itu, kini Lulung mulai terbuka.
Lulung seolah tak ingin hanya seorang diri yang terseret dalam kasus ini. Itu sebabnya semua bukti-bukti terkait pengadaan proyek itu diserahkan ke penyidik Polri.
Tak hanya itu dia pun mulai menyebut ada rekannya di Komisi E dulu yang lepas tanggung jawab padahal mendapat keuntungan dari kasus itu. Siapa dia?
Kemarin, saat diperiksa Lulung menegaskan serangkaian pemeriksaan yang dia jalani hanya untuk mengungkap tuntas otak pengadaan proyek itu.
"Kami yakin berdasarkan pernyataan dari Haji Lulung, bahwa beliau tidak melakukan tindakan melawan hukum, korupsi seperti yang diduga banyak orang. Ini malah menjadi pintu masuk untuk membuka tabir yang sebenarnya," kata kuasa hukum Lulung, Razman Nasution di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/10).
Keyakinan Lulung dalam membuka tabir korupsi UPS ini, menurut Razman begitu kuat.
"Tetapi yang selalu terbayang dalam pikiran klien kami ( Haji lulung) adalah, 'saya bisa menjamin bahwa diri saya tidak terlibat terhadap UPS'," kata Razman mengutip kliennya.
Lulung pun meyakinkan pengusul proyek itu adalah Ketua Komisi E saat itu, Firmansyah. Tapi Firman malah tak mau menandatangani usulannya sampai masa pelantikan periode baru.
Sebelum 11 Agustus, saya cari Firman untuk meminta agar saudara Firman selaku ketua komisi E melaporkan hasil perubahan RAPBD 2014. Kemudian saya dengar 3 hari lagi mau paripurna, saya ketemu Pak Ferrial dan minta tolong agar dipertemukan dengan Firman untuk melaporkan pembahasan RAPBD 2014. Saya dijanjikan tanggal 12, tanggal 13 paripurna Firman enggak hadir," bebernya.
Oleh karena itu, lanjut Lulung, dia menyatakan sikap untuk tidak menandatangani dokumen rekap dan menggunakan hak politik untuk tidak hadir dalam rapat persetujuan RAPBD 2014. Ketidakhadiran Lulung lantaran mempersoalkan transisi waktu.
"Karena 13 Agustus perubahan RAPBD disetujukan dengan eksekutif, tanggal 24 Agustus kami dilantik yang baru, sementara saudara Firman tidak mencalonkan lagi sebagai anggota dewan. Jadi dia tidak bertanggung jawab lagi untuk ke depan (RAPBD)," imbuh Lulung.
Dia mengklaim sangat berhati-hati pada perubahan APBD saat itu. Namun karena pertanggungjawaban sebagai perwakilan rakyat atas hasil paripurna, Lulung mengaku terpaksa menandatangani perubahan RAPBD 2014 tersebut.
"Nanti kalau saya tidak tanda tangan nanti tidak bisa jalan," tandasnya.
Ditambahkan kuasa hukumnya, mandeknya kasus pengadaan UPS ini lantaran ada pimpinan Komisi E di DPRD yang terlibat langsung dan mendapatkan keuntungan pribadi.
"Jadi memang kita patut menduga ada oknum pimpinan komisi di DPRD yang memang kita duga mendapat keuntungan," imbuh dia.
"Dan itu lumayan lho, ini yang harus dikejar. Perkara dia bekerja sama ke mana dan dengan siapa, kelihatan itu nanti," sambungnya.
Terkuaknya peran Firman membuat sedikit demi selidiki perjalanan kasus ini terkuak. Lalu apa yang akan dilakukan Lulung?
EmoticonEmoticon